Gemajustisia.com - Lembaga
Advokasi Mahasiswa – Pengkajian Kemasyarakatan (LAM-PK) Fakultas Hukum Unand
mengadakan diskusi publik dengan tema “Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021:
Kemunduran Moralitas atau Perlindungan Korban?”, Kamis (2/12/21). Permendikbud
telah menjadi isu kontroversial di berbagai kalangan masyarakat dewasa ini,
terutama di kalangan civitas akademika di lingkungan Perguruan Tinggi. Pro
Kontra terus berdatangan semenjak Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 disahkan
oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pada tanggal 3 September 2021. Hal
tersebut yang melatarbelakangi LAM-PK untuk menyelenggarakan diskusi terkait
Peraturan Menteri tersebut. Wetria
Fauzi (Pembina LAM-PK) menyatakan bahwa tema yang diangkat pada diskusi publik
kali ini merupakan topik aktual yang akan memberikan banyak manfaat bagi
Pendidikan Tinggi di Indonesia ke depannya. Permendikbud
Nomor 30 Tahun 2021 telah menimbulkan banyak pro kontra, baik dari segi
prosedur pembentukan maupun dari segi isinya. Pihak kontra berpendapat bahwa
dalam penyusunan Permendikbud ini, terdapat proses yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Kemudian dari segi isi, hal yang menjadi kontra adalah
muatan yang dianggap bertentangan dengan Syariah dan norma agama yang berlaku
di Indonesia. Wetria
menyebutkan bahwa Universitas Andalas telah memiliki peraturan turunan tentang
pencegahan pelecehan seksual, di antaranya adalah Peraturan Rektor Nomor 53
Tahun 2011, sehingga masyarakat kampus tidak perlu terlalu khawatir tentang
kesigapan kampus dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. Nani
Mulyati selaku pemateri dalam diskusi kali ini mengatakan bahwa Permendikbud diadaptasi dari RUU PKS
yang sebelumnya juga sudah menimbulkan kontroversi di berbagai kalangan. Jika
dilihat dari segi pemilihan frasa, beberapa Pasal di dalam RUU PKS juga
dianggap multitafsir sehingga pengesahan RUU PKS ditunda pengesahannya. “Memang,
Permendikbud ini dikeluarkan tanpa adanya keikutsertaan masyarakat di dalam
penyusunannya. Saya tidak akan berfokus pada ranah pembuatan peraturan
perundang-undangan secara formal, namun kita melihat fakta bahwa kekerasan
seksual di Indonesia memanglah terbilang tinggi dan sudah sangat
mengkhawatirkan, sehingga pengaturan tentang kekerasan seksual memang sangat
dibutuhkan", ungkap Dosen Pidana Fakultas Hukum ini. Nani
menyatakan bahwa kekerasan seksual pada prinsipnya memang dianggap sangat
tertutup dan tabu, sehingga ada kekhawatiran korban untuk mengungkapkan apa
yang terjadi kepadanya. Hal
tersebut bisa disebabkan karena beberapa hal, pertama, adanya ancaman dari
pelaku sehingga korban merasa ragu untuk menceritakan pelecehan yang dilakukan
terhadapnya. Sehingga memang diperlukan pengaturan yang membela dan memberikan
keadilan kepada korban. Alasan kedua adalah stigma dari masyarakat yang
memberikan penghakiman kepada korban, dimana korban cenderung lebih disalahkan
dibanding dengan si pelaku. Nani
beranggapan bahwa pengaturan tentang pencegahan dan penanggulangan seksual
harus diberikan dan dirumuskan secara maksimal. Tingginya jumlah kasus
pelecehan seksual di Indonesia membuat pemerintah harus lebih sigap lagi dalam
menanggapinya, sehingga memang perlu dikeluarkan pengaturan tentang itu. “Jika
melihat Peraturan Menteri tersebut, memang berfokus pada pengaturan dan
penjelasan secara rinci tentang perlindungan terhadap korban. Pasal 12
menyatakan bahwa dipastikan korban dan saksi yang melaporkan kasus pelecehan
seksual akan dijamin keberlanjutan studi dan pekerjaannya, juga mendapat
perlindungan dari ancaman fisik dan non-fisik dari pelaku atau pihak lainnya. Dalam Permendikbud juga dijamin kerahasiaan identitas korban, juga perlindungan
dari sikap atau aparat hukum yang dirasa merendahkan kasus pelecehan seksual,”
imbuh Nani. Perlindungan
juga diberikan kepada korban yang balik dilaporkan oleh si pelaku atas pasal
pencemaran nama baik. Permendikbud menjamin bahwa pelaporan balik oleh si
pelaku kepada korban tidak akan bisa dilakukan, karena kasus pelecehan seksual
harus diselesaikan terlebih dahulu. Jika nantinya terbukti bahwa si korban
memang melakukan pencemaran nama baik, maka pelaku bisa melaporkannya. Permendikbud
juga menyediakan rumah aman bagi korban dan saksi, serta perlindungan dari ancaman
yang dapat timbul dari pelaporan atau kesaksian. Pada prinsipnya perlindungan
tersebut memang diperlukan secara eksplisit di dalam undang-undang. “Dalam
Permendikbud, sebenarnya tidak ada pengaturan jelas tentang sanksi pidana,
namun yang diatur di dalamnya adalah sanksi administratif yang akan diberikan
kepada pelaku. Namun, penjatuhan sanksi administratif tidak mengenyampingkan
dan tidak membatasi sanksi pidana yang dijatuhkan oleh undang-undang. Hal ini
berarti bahwa peraturan perundang-undangan pidana tetap bisa diberlakukan
terhadap pelaku pelecehan seksual.” Dalam
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, disebutkan bahwa kekerasan seksual adalah
setiap perbuatan yang merendahkan, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh
dan/atau fungsi reproduksi seseorang karena kesimpangan relasi kuasa atau
gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis atau fisik,
dimana perbuatan itu termasuk mengganggu kesehatan reproduksi seseorang. Dimana
pelecehan tidak hanya termasuk kepada Tindakan fisik saja, namun juga secara
verbal atau kata-kata yang dianggap melecehkan. Penyebaran
foto-foto senonoh tanpa izin juga dapat dikategorikan sebagai pelecehan
seksual. Sehingga definisi dari kekerasan seksual tidak sepenuhnya dilihat dari
pelecehan fisik, namun konteksnya juga sangat luas. Hal ini tentunya berbeda
dalam konteks di dalam KUHP yang hanya berfokus pada kekerasan fisik saja.
Kasus pelecehan di
Perguruan Tinggi memang sudah sangat mengkhawatirkan dan harus ditanggapi
dengan serius oleh pemerintah, sehingga eksistensi pengaturan tentang
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual memang dianggap sangat perlu di
Indonesia, terutama di dalam lingkungan perguruan tinggi. Reporter: Serona Dwina Martha Editor: Delvi Husna
0 Comments